![]() |
| Kedai Wira Wiri 08 Januari 2021 pukul 16.42 WIB |
Latar Belakang
Warung kopi atau juga biasa disebut kedai kopi merupakan istilah dari sebuah tempat usaha seorang individu atau kelompok yang menjual berbagai minuman panas dan dingin. Meskipun berlabel warung kopi, produk yang dijual tidak hanya kopi, tetapi juga teh, susu, bandrek dan berbagai jenis minuman sachet (kemasan) lainnya. Keberadaan kedai kopi ini sering digunakan sebagai tempat berkumpul banyak orang. Bukan hanya sekadar menikmati kopi, tak jarang banyak ide ide muncul dari perkumpulan di kedai kopi. Banyak pergerakan besar yang bermula dari sebuah kedai kopi.
Eksistensi kedai kopi saat ini terlihat seperti sebuah tren. Tak dapat dipungkiri bahwa hampir disetiap daerah pasti memiliki kedai kopi, tak terkecuali di Kampung Inggris, Pare. Banyak kedai kopi yang menyajikan keautentikannya masing masing. Kedai Wira Wiri yang terletak di Jalan Glagah No. 4B, Dusun Mulyoasri, Desa Tulungrejo, Pare, Kediri ini pun memiliki ciri khasnya. Posisinya yang cukup tersembunyi menjadikan kedai ini terlihat seperti hidden gem. Diapit kebun jagung dan lembaga kursus Eterna tidak membuat namanya redup, namun ia tetap banyak dikenal masyarakat.
Kedai milik Afif ini menjadi salah satu tempat terjadinya proses komunikasi intrapersonal sekaligus komunikasi antar kelompok. Banyak yang datang ke tempat ini untuk berkumpul bersama teman, membicarakan banyak hal, mengerjakan tugas, atau bahkan hanya sekadar menikmati kopi yang disajikan oleh barista disini.
Kedai Wira Wiri merupakan sebuah kedai yang didirikan oleh Mohammad Afif yang terletak di Jalan Glagah No. 4B, Dusun Mulyoasri, Desa Tulungrejo, Pare, Kediri. Kedai ini berdiri pada 1 Oktober 2020. Kedai milik perseorangan ini bernuansa menyatu dengan alam dengan posisi diapit oleh lembaga Eterna dan kebun jagung yang terletak agak menjorok kedalam.
Kedai ini menyediakan buku-buku yang dapat dibaca oleh para pelanggan. Bangku dari kayu yang terdapat disana semakin menguatkan nuansa alam yang dibuat oleh Wira Wiri ini. Kemudian ketika masuk, kita disambut oleh beberapa lukisan yang disinyalir merupakan buah karya dari pelanggan kedai ini. Di kedai ini juga terdapat papan tulis yang acap kali digunakan untuk berdiskusi oleh teman-teman.
Nama Wira Wiri digunakan oleh pemiliknya karena terinspirasi dari kalimat ibunya, “Anak kok wira wiri (pergi pergi) aja”. Dari situlah nama Wira Wiri diambil sehingga menciptakan kedai dengan beragam keautentikannya ini.
Awal pembentukan kedai ini sebenarnya bertujuan untuk membuktikan bahwa Afif mampu bertanggung jawab atas dirinya. Kemudian, diharapkan bahwa Wira Wiri ini mampu mewadahi misi untuk merepresentasikan diri ataupun komunitas yang ada. Jadi, konsepnya adalah menyediakan fasilitas yang sudah ada agar dapat dimaksimalkan dengan baik.
Wira wiri memiliki letak yang cukup tersembunyi. Hal tersebut karena fokus dari pemiliknya bukan pada bisnis melainkan guna membuat ruang lingkup yang tidak terorganisir dan tidak mengikat dengan menyediakan tempat yang mampu meningkatkan kreatifitas teman-teman. Kedai ini lahir atas idelisme sang pemilik sehingga memberi cipratan khas yang merepresentasikan diri dari sang pemilik. Ia berusaha memberi nyawa pada kedai yang didirikannya ini.
Afif beranggapan bahwa ekspetasi terhadap kedai hendaknya jangan terlalu berlebihan. Semua berhak menikmati yang tersedia sebebas bebasnya tanpa menghilangkan rasa kemanusiaan. “Semua bisa memainkan nada di Wira Wiri tapi dengan konsekuensi ia harus melakukan atau meresapi nada apa yang ia mainkan.” Ujar Afif.
Komunikasi Kelompok yang Terjadi di Kedai Wira Wiri
Menurut Shaw (1976) komunikasi kelompok adalah sekumpulan individu yang dapat mempengaruhi satu sama lain, memperoleh beberapa kepuasan satu sama lain, berinteraksi untuk beberapa tujuan, mengambil peranan, terikat satu sama lain, dan berkomunikasi tatap muka. Komunikasi kelompok terbentuk dari proses komunikasi yang berlangsung dengan 2 audiens atau lebih yang memiliki tujuan dan maksud yang sama.
Teori yang digunakan dalam proses ini adalah teori psikodinamika yang dikemukakan oleh Bion pada 1948-1951. Di dalamnya dijelaskan bahwa kelompok bukanlah sekedar kumpulan individu, melainkan merupakan suatu satuan dengan ciri dinamika dan emosi tersendiri. Hal ini sesuai dengan yang terjadi di Kedai Wira Wiri. Dimana tiap tiap kelompok atau yang membentuk komunitas ini menciptakan kumpulan individu yang memiliki keselarasan tujuan, pola pikir, dinamika, emosi, atau bahkan ideologi. Kesamaan yang mereka miliki memiliki keautentikannya sehingga dapat menyatukan mereka.
Kemudian pada proses komunikasi ini juga terdapat teori perkembangan kelompok yang dikemukakan oleh Bennis dan Shepherd pada tahun 1956. Kesinambungan teori ini dengan proses komunikasi kelompok di Kedai Wira Wiri adalah bagaimana individu maupun kelompok mampu berbaur serta berkembang. Berada disatu tempat membuat mereka akhirnya mencoba berkomunikasi satu sama lain. Mereka mampu menepis keraguan dan perspektif yang ada dipikiran mereka sehingga dapat menjaring relasi.
Keberadaan Wira Wiri ini lebih dari sekadar tempat nongkrong yang trendy, melainkan menjadi wadah silaturahmi. Tak jarang, banyak anggota komunitas yang akhirnya bergabung akibat sekadar kebiasaannya “ngopi” nya. Bahkan, banyak juga komunitas yang akhirnya melakukan banyak kolaborasi antar komunitas dari sini.
Pengaruh Kedai Wira Wiri Terhadap Komunitas di Kampung Inggris, Pare-Kediri
Kedai yang berada di Jalan Glagah ini dapat dijadikan sebuah basis munculnya ide ide kreatif. Seperti tujuan awal pemiliknya, diharapkan bahwa Kedai Wira Wiri dapat menjadi tempat yang mampu mendorong ide-ide dari tiap individu.
Penulis mencoba melakukan observasi lapangan dengan melakukan wawancara kepada pemilik kedai dan beberapa konsumen yang tergabung dari beberapa komunitas.
Peran Wira Wiri disini menjadi sebuah tempat yang disediakan untuk berkumpulnya banyak orang dari berbagai latar belakang. Komunitas yang ikut berkumpul disini pun beragam ranah, seperti seni, literasi, pecinta alam, pendidikan, dll. Tak jarang mereka baru menemukan chemistry melalui kedai ini. Pemiliknya pun sangat mendukung dengan memfasilitasi sebisa mungkin.
Menurut Lutfi S Hidayat selaku owner Eterna English Learning yang turut aktif dalam kegiatan English for Kids, peran kedai ini secara garis besar dapat dibagi menjadi 3, yakni:
- Menjadi alat untuk membantu proses kampanye perubahan. Wira Wiri menyediakan tempat guna memperluas proses pengembangan ide dari tiap individu maupun komunitas karena diyakini bahwa tiap komunitas punya pikiran dan ideologinya sendiri.
- Membantu proses penggemukan keanggotaan. Tiap komunitas pasti memiliki proses dan metode demi menjalankan regenerasinya. Keberadaan kedai ini dinilai dapat membantu kelangsungan pengembangbiakan dan penggemukan badan dari komunitas tersebut. Dan tiap individu yang bergabung dalam komunitas diharapkan aktif menjadi subjek dengan turut memberi sumbangsih di setiap kegiatan.
- Membantu proses perluasan jejaring. Dengan komunikasi dan silaturahmi yang terjalin di kedai ini, maka jejaring yang ada terus bertambah. Hal tersebut dapat membantu suatu komunitas untuk melakukan perluasan jejaring.
Wira Wiri memberi pengaruh yang cukup besar untuk mengenalkan dan memberi banyak informasi yang dibutuhkan komunitasnya. Membantunya dan komunitasnya bertemu dengan beragam orang.
Orang-orang yang berkumpul disini pun memiliki antusiasme yang cukup tinggi. Mereka cenderung asyik dan mudah bergaul. Berbeda dari kedai lainnya, kedai ini dinilai sangat ramah terhadap ide-ide baru yang muncul. Tiap ide yang keluar sering kali disambut dengan respon.
Adapun menurut Fahmi, anggota Komunitas Perpustakaan Jalanan, Wira Wiri bukan hanya sebuah wadah melainkan didalamnya terdapat sebuah tanggung jawab moral. Pengaruh yang dirasakannya adalah bagaimana kedai ini bukan hanya menyediakan tempat untuk berdiskusi namun juga turut serta menindaklanjuti tiap acara atau diskusi yang dilangsungkan.
Pemilik kedai dinilai ikut bertanggungjawab dengan membantu mefasilitasi teman-teman. Kedai ini sangat berpengaruh dalam pengorganisiran beberapa komunitas yang diikutinya karena dirasa Pare belum memiliki wadah yang eksistensinya sangat solid tanpa batasan struktural.
Jadi, pengaruh Kedai Wira Wiri terhadap komunitas di Pare ini cukup kentara. Menjadi tempat untuk berkumpulnya komunitas di Pare, menjadi tempat untuk mengorganisir massa demi penggemukan keanggotaan komunitas, menjadi sarana untuk melakukan perubahan dengan fasilitas yang disediakan oleh kedai.
Penutup
Kedai Wira Wiri merupakan sebuah kedai yang didirikan oleh Mohammad Afif yang terletak di Jalan Glagah No. 4B, Dusun Mulyoasri, Desa Tulungrejo, Pare, Kediri. Kedai ini berdiri pada 1 Oktober 2020. Kedai milik perseorangan ini bernuansa menyatu dengan alam dengan posisi diapit oleh lembaga Eterna dan kebun jagung yang terletak agak menjorok kedalam.
Teori yang digunakan dalam proses ini adalah teori psikodinamika yang dikemukakan oleh Bion pada 1948-1951. Hal ini sesuai dengan yang terjadi di Kedai Wira Wiri. Dimana tiap tiap kelompok atau yang membentuk komunitas ini menciptakan kumpulan individu yang memiliki keselarasan tujuan, pola pikir, dinamika, emosi, atau bahkan ideologi.
Kemudian pada proses komunikasi ini juga terdapat teori perkembangan kelompok yang dikemukakan oleh Bennis dan Shepherd pada tahun 1956. Kesinambungan teori ini dengan proses komunikasi kelompok di Kedai Wira Wiri adalah bagaimana individu maupun kelompok mampu berbaur serta berkembang. Berada disatu tempat membuat mereka akhirnya mencoba berkomunikasi satu sama lain.
Adapun pengaruh Kedai Wira Wiri terhadap komunitas di Pare ini antara lain: Menjadi tempat untuk berkumpulnya komunitas di Pare, menjadi tempat untuk mengorganisir massa demi penggemukan keanggotaan komunitas, menjadi sarana untuk melakukan perubahan dengan fasilitas yang disediakan oleh kedai.[cj]
Daftar Pustaka
Arni, Muhammad. Komunikasi Organisasi. (Jakarta: Bumi Aksara, 2002).
Mukarrom, Zaenal.Teori-Teori Komunikasi. (Bandung : Jurusan Manajemen Dakwah Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Gunung Djati, 2020).
Taufik, Skripsi : “Peran Warung Kopi Sebagai Sarana Komunikasi Sosial Masyarakat Kampus Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syekh Nurjati Cirebon” (Cirebon : IAIN Syekh Nurjati Cirebon, 2013).
_____
*Penulis adalah Ira Damayanti (Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Komunikasi di Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang pada 26 Juni 2021)




COMMENTS