[CERPEN] Di Balik Tragedi Manusia Dosa 16 Desember 2020

SHARE:

ilustrasi manusia dosa (source: wallpaperbetter)

Ahmad hanya memiliki sisa waktu lima hari tiga jam sebelum polisi mejemputnya. Ia di tahan pada tanggal 16 Desember 2020, ketika mengadakan pertemuan dengan Mandos, di salah satu kedai kopi --Kampung Bahasa. Sore masih terlihat sangat wajar, matahari setengah badan dengan warna jingganya, menurutnya itu tidak ada kejanggalan maupun pertanda dari Tuhan perihal apapun, hanya aktifitas alam biasa. Akan tetapi seketika udara mengering dan semua terjadi begitu cepat. “Angkat tangan, kami dari kepolisian” suara garang dari salah satu polisi dengan menodong beceng pada kepala Ahmad setelah tiga dentuman peluru diarahkan ke langit. Dengan tangan yang sudah terikat jerat --mengatur nafas panjang, kepala tertunduk dalam kegelisahan, Ahmad; “hmm, silahkan..terimakasih atas penjemputannya. ”Ia tersenyum dan bahagia.

Saat polisi sudah mengepung sepertiga meja dari luas kedai, pengungjung hanya bisa menunggu dan diam, akan apa yang akan terjadi mereka tetap memilih untuk masa bodo dengan itu, yang terpenting "bukan aku".  Namun tidak bagi Afif, pemilik kedai, berbadan tinggi tegap, wajah setelapak tangan personil “loreng” dengan mata hitam pekatnya, mendekati salah satu polisi yang sudah ingin menarik Ahmad dari kursinya. "Maaf pak, jika boleh tahu, perihal apa yang sehingga pelangganku harus terancam seperti ini?". Sambil melerai keruman polisi. "Dia ini pendosa, ah manusia laknat harus segera di hukum, dia DPO yang kabur dari tanahnya". Afif sedikit membalas "namun pa, apakah tidak bisa diselesaikan dengan duduk dulu! gimana?".Dengan merapikan salah satu meja dekat bartender. "Mau saya tutup kedaimu, sebagai sarang para kriminal, jangan sampai kau juga pengedar ya?" masih pada posisi yang sama, Ahmad hanya diam namun salah satu Kanit Kepolisian yang menjaganya dengan erat dan menuding kepala Afif. Seketika senyap, semua pasukan bubar dengan suara mobil yang kian sangat kecil suaranya. Mandos tidak faham apa yang terjadi di hari itu, ia hanya diam dan pergi.

Usai terjadinya tiga tembakan amatir, mengharuskan satu lampu kedai pecah, hal-hal yang menyeramkanpun hadir dan meninggalkan bekas trauma panjang dan tidak bahagia bagi semua pelanggan, obrolan-obrolan receh sudah tidak lagi memenuhi ruangan kedai beserta manusianya, silih berganti melewati pintu keluar.

Beberapa menit sebelumnya:

“Akan bernasib pada siapakah ini, Mad. Semoga bukan kamu.” Candaan Mandos kepadanya. Sebelum obrolan receh itu tiba pada puntung rokokk yang tercecer di asbak, ia mencoba tenang dengan menyalakan satu rokokk di sela jari tangan kirinya. Ahmad tetap bersikap setenang mungkin, pada saat satu ruangan kedai sudah dipenuhi polisi. Namun, dalam perasaan yang semrawut ia “harus apakah aku, ketika ini akan terjadi.”

Ahmad !

Sore hari, tepat pada tanggal 11 Desember 2020. Ia hanya berjalan melingkar, menghilangkan rasa bosan karena prihal dosa-dosa masalalunya. Baginya itu mimpi buruk, karena ada hari dimana ia selalu merasa sibuk dan tidak bahagia, sebagai  pribadi yang taat pada kewajiban, ia akan menarik diri ketika semua itu selesai.

 Jl. Glagah dengan sudut pandang yang amat “sepi” dengan warung yang harus menempuh jarak satu kilometer untuk bisa membeli minum, karena terjual terpisah, ini akan menjadi ketidaktertarikan bagi setiap pejalan kaki. Ahmad berjalan mencari tempat untuk sedikit mengikat perut, karena akan ada banyak kewajiban yang harus ia selesaikan setelah sore nanti. Dari kejauhan tepat sungai yang hanya bisa dialiri racun dan sampah. Mandos menyapa dan mengajaknya untuk bersama-sama di meja makan.

Banyak sekali menu terpajang di etalase (lemari kaca biasa penjual memajang dagangannya), dari ayam geprek, bakar, goreng dan banyak varian daging selain ayam. Ternyata sesuai dengan sapaan hati, sajian jamur krispi gorengan kesukaanya ketika ia baru mengenal jawa. Mandos hanya coba menenangkan diri, usai melihat Ahmad menghabiskan dua piring penuh dan satu piring khusus jamur krispi. Tidak ada kata lama bagi seorang yang selalu merasa sibuk.

Memanjakan perut kiranya selasai, Ahmad melanjutkan perjalanan dan berpamitan pada karibnya, bahwa ia ingin ke masjid terlebih dahulu, tidak perlu mendengar jawaban, ia langsung balik badan dan mengikuti arah angin yang akan membawanya ke sana.

Mereka berpisah di depan warung Bu Dhe jamur, sebutan lelucon Ahmad ketika ia selesai makan dan membayar tunggakan. Sore berlalu begitu cepat, kumandang adzhan maghrib mengiri manusia untuk cepat sekali menjauhi ketenanganya. Ahmad kembali ke masjid untuk shalat berjamaah, di temani perempuan yang selalu ia kawal ketika hendak ke masjid, seakan sudah menjadi candu bagi keduanya untuk berjalan bersama.

Ahmad sosok yang sangat bersahabat dengan jamaah masjid karena prilakunya yang membuat jamaah senang, tutur-kata yang amat sopan banyak jamaah masjid dari masyarakat sekitar kagum terhadap prilakunya. Tapi ada banyak hal yang warga tidak ketahui, perihal masalalu Ahmad ketika ia masih di tanah kelahirannya.

Bagaimana pada tanggal 12 Desember 2020, hari yang baik untuknya berdansa dengan cangkir walaupun sejenak. Warung kopi yang tidak jauh dari tempatnya mengajar, ia rehat dengan kepenatan materi pelajaran. Namun saat tidak sengaja duduk satu meja dengan wanita yang ia selalu temui di masjid, rasa canggung --bercampur malu mulai menjarah setiap sendi-sendi tubuhnya. Tidak sengaja keringat keluar dengan deras seakan menjadi kecaman “baru kali ini saya merasakan ancaman dari cinta”. Ia mencoba bersahabat dengan rasa yang sudah mencampuri waktu ngopinya, bukan apa karena semua tempat duduk penuh terpaksa ia harus mencari kursi kosong untuknya bisa bersandar dengan rima kopi yang pahit. Itulah yang Tuhan siratkan padanya, tidak dengan ucapan maupun pucuk surat terbitan koran Jawa Pos, ia hanya bertanya dengan senyum dan lirikan pada satu kursi yang kosong, lantas wanita itu menjawab dengan hal yang sama “silahkan”.

Hari itu tensi hujan lumayan tidak kompromi, seakan tidak ada sedikit jedapun untuk para pasangan burung bercinta pada tangkai pohon yang kering. Jalan amat sangat becek dan beberapa media mewartakan daerah-daerah yang terancam banjir, termasuk tanah yang ia singgahi kini. Ahmad mencoba menarik nafas panjang, setelah kiranya satu jam meja itu tidak bersuara. Memulai dengan menanyakan nama dan tinggal dimana, lulus atau belum dan sampai prihal kapan kau terakhir dijodohkan. Itu hal yang sangat memberi kesan memaksa, namun itulah Ahmad, manusia yang tidak pernah lupa bagaimana caranya membuka obrolan dengan wanita. Pertanyaan itu dijawab dengan hangat dan santun, ia mendengar kata Khumairoh dari bibir mungilnya, amat indah didengar, lantas Ahmad teringat akan kewajibannya yang lain. Lalu ia pamit dengan memberi salam bahwa pertemuan kita akan di lanjut esok.

Ia keluar dari warung dengan wajah yang patut dipertanyakan, berdansa dengan angin di iringi gerimis waktu itu. Ahmad tidak menghiraukan sepasang mata manusia yang melihat kelakuannya, ia hanya melanjutkan dengan siulan instrumen lagu khas Bugis, nada-nada syahdu menyeruak setiap lorong jalan menuju tempat ia mengajar.

Tanggal 13 desember 2020. Ahmad sudah berada di meja yang seperti hari kemarin, dengan kepulan asap dan kopi, seakan penanti akan teramat berat hari ini. Warung sekiranya ramai, ada banyak model manusia yang sekiranya sama “sedang menunggu penantian”. Pada waktu itu, suasana warung agak sedikit berbeda karena sebuah event yang diadakan secara mendadak oleh sang pemilik. Panggung dengan konsep ala-ala indi, membungkus wajah baru bagi dekor warung saat itu. Performer satu-persatu mulai hilir mudik. ada yang berpusi, teater dan bermusik. MC mewartakan rundown acara ke pada para pelanggan, akan tetapi Ahmad hanya berfikir bukan ini yang saya nantikan, tapi sekuncup mawar mekar dari tanah sebrang.

Acara sudah pada puncaknya, deras hujan masih saja menggila, dilihat dari jendela tidak nampak apapun hanya genangan air keruh di setiap aspal yang berlubang. Mengharuskan beberapa pelanggan terpaksa mengurung niat untuk pulang, tapi ada beberapa yang sudah menyiapkan mantel untuk bisa berdansa dengan hujan, mungkin mereka amat sibuk. Ahmad yang sedari tadi menunggu, hanya bisa pasrah dengan tong kosong. Sampai sering sekali ia merubah posisi duduk dan melihat jam tangannya, sendari menyandarkan harapan pada mantra yang ia rapalkan, namun itu tidak berbuah manis.

MC kembali mewartakan acara puncak malam itu, dengan suara sumbang tertahan tenggorokan yang terpenuhi asap rokok. Suara sudah memenuhi ruangan dan mengajak setiap pelanggan untuk sigap dan bertepuk tangan. Seperti ketika melihat acara live music rock, semuanya gaduh dan tidak rapih, siulan panjang seakan tidak diharuskan untuk berhenti. Ahmad merasa bahwa ada hal yang ajaib setelah ini, ia memantapkan penglihatan dan pendengaran supaya tidak tertinggal kabar keajaiban. Ia berpindah tempat, berdiri dan berjalan. Membuka lautan pelanggan yang berkerumunan di depan panggung dengan ucapan sopan yang tidak pernah berhenti dari bibirnya.

Muka panggung sudah terlihat, tidak perlu waktu lama, mata sudah menjarah setiap sudut panggung, seakan biasa saja, sama seperti event tempat lain. Namun nampak ada keajaiban muncul dalam pandang --wanita yang amat ia kenali wanginya. Ternyata wanita yang ia tunggu sendari tadi, sedang memainkan gitar dan bernyanyi. Jari lentiknya sangat piawai memainkan senar gitar pada birama yang sangat memanjakan telinga. Itu sangat merdu, sungguh. Apakah karena degupan cinta atau suatu hal yang bereda. Tapi itu nyata.

Subuh. Tanggal 14 desember 2020. Ahmad gagal pada penantian kemarin. Dalam setiap inci kegelisahannya, setiap rindu yang dinantikan manusia yang jatuh cinta. Ahmad akan mengakui itu. Mungkin dia akan meminjam setiap kata romantis pujangga ternama, ketika ia diharapkan bertemu kembali dengan sang mawar.

Sepanjang lorong menuju kediamannya. Lenggang dan tidak ramai, tidak pernah terlihat kedamaian ketika mencoba melangkah sedepa pada jalan itu. Menurut Ahmad, wartaan dari warga sekitar bahwa akan ada keburukan menimpa pada setiap manusia yang seringkari melewatinya. Ahmad berfikir itu hanya sekilas mitos yang tidak berujung, apa yang harus di percayai dari itu, semuanya takhayul.

Suatu ketika, panas bersahabat dalam setiap pakaian yang di jemur, burungpun tidak luput dari ketentraman pepohonan. Angin mengaliri kulit dengan ketidaksopanan. Namun Ahmad tidak sengaja menari pada aroma yang terbawa sejuknya angin. Ia merasa ada hal aneh, ia bingung, ada pertanda apakah ini. Satu jam lebih kiranya, dia hanya diam dalam setiap hembusan nafas. Lalu terdengar sapaan santun --lembut dari seseorang yang mungkin ia kenali. Ternyata Khumairoh, wanita yang selalu ia idamkan untuk menjadi makmumnya.

Ahmad mempersilahkannya untuk mampir di beranda, sendari ia menyiapkan minum dan makanan ringan ala perjamuan kepada tamu. Tempat yang ia tinggal lumayan agak kecil, hanya menyisahkan dua baris keramik pada lantai dan ruangan yang hanya cukup untuk kasur ukuran dua meter. Akan tetapi ruangan itu bersih dan rapi tidak kebanyakan anak kost laki-laki yang selalu dipenuhi keruwetan.

Minuman sudah tersaji, karpet sudah memenuhi sedikit lantai yang terkena panas matahari. Ahmad mempersilahkan Khumairoh untuk sekiranya mencicipi apa yang ia buat. Pertemuan itu lumayan berlangsung lama, ketika Ahmad tidak sengaja mengobrolkan apa yang ia lakukan sebelum ke Jawa. Suasana hangat berubah agak dingin, saat Khumairoh memperlihatkan ekspresi wajah yang kurang nyaman. Narkoba, pembunuhan dan judi tema obrolan siang itu, sangat membuat atmosfir baru bagi manusia yang sudah kenal dengan Ahmad atau mungkin tidak akan percaya apa yang ia utarakan dan itu memang fakatanya.

Jawa merupakan tempat aman untuk melakukan pelarian, jauh kiranya menaiki kapal dari tanah Bugis, tapi itu keseharusan jika ia tidak ingin mendekap kembali pada jeruji besi. Dengan banyak pertimbangan dan berkeinginan merubah jalan hidup dengan lebih baik dan bijak. Terdengar kabar bahwa ia sudah terdeteksi polisi akan ke dermaga. Begitupun kabar dari rumah sekiranya hampir satu desa tidak memiliki cela --di jaga ketat pihak polisi, media cetak sampai televisipun semua memberitakan prihal “si jago casino” atas kasus pembunuhan. Keluarga di rumah hanya berharap hal yang terbaik baginya, jangan sampai nyawa di balas nyawa.

Telepon diheningkan, kartu dilepas dan dibuang ke selokan setelah menjawab petimbangan dari ayahnya. Ahmad melanjutkan perjalanan tidak berfikir akan gimana ketika ia di dermaga, sekiranya ia harus secepat mungkin meninggalkan tanah Makassar. Ini bukan kali pertama ia di bui, ini merupakan kali ke tiga setelah kasus narkoba yang agak lama memberi waktu penjara. Bisa dikata kebosanan atas tradisinya itu sudah mulai menjalar pada prinsip hidup.

Loket pembelian tiket sekiranya aman, ia berlari kecil menunggu kapal akan tiba dan membawanya keluar secepat mungkin. Dari sudut dermaga aparat mulai sibuk dengan polanya msing-masing; ada yang mengawasi di penjual minuman, di jalan, pintu masuk dan sampai ada juga yang hanya ngobrol di warung kopi. Ahmad sangat berhati-hati akan itu. Suara deru mesin kapal sudah agak terdengar telinga, klakson bising dan cerobong asap yang tidak hentinya mengeluarkan asap, kiranya sudah bisa terlihat dari bibir dermaga. Ahmad kembali berhati-hati pada langkahnya.

Pintu masuk kapal tidak hanya dijaga oleh petugas namun polisipun ikut mengecek dan mengontrol identitas para penumpang. Ahmad msaih tenang, karena ia percaya keberuntungan pasti selalu datang pada waktunya. Ketika ia hendak diperiksa petugas, mendadak ada bunyi tembakan peringatan, para polisi yang ikut dalam pemeriksaan terpaksa keluar kapal. Dermaga mendadak ramai, ada sekitar empat orang ditangkap polisi dengan dua orang mendapat peringatan di kaki. Menurut wartaan, bahwa mereka sedang melakukan transaksi narkotika dengan penumpang yang baru turun dari kapal. Kini Ahmad terselamatkan, ia tersenyum sembari tertawa dalam kapal.

15 desember 2020. Seperti biasa alarm panjang berbunyi dengan khidmatnya. Masjid samping kosan yang ia singgahi, memberikan tanda bahwa shubuh sudah menyeka untuk malam. Ahmad tidak sengaja terbangun, dalam lelap dan capek yang serius. Ia mencoba untuk masa bodoh dengan Masjid pada waktu shubuh. Akan tetapi, tekanan terdengar amat menyakitkan, seakan ia diharuskan untuk bangun sesegera mungkin, sembari bergumam “djuancuk terasa berat sekali saya ingin tidur kembali, sakit rasanya dada ini”. Dengan lunglai, berjalan menyapu gelap dalam kamar untuk menyalakan lampu. Ia melihat hp yang sedari tadi hanya tergeletak di meja, ternyata sudah pukul 04:30, waktu yang pas setelah alarm suci berbunyi tak berkesudahan pada hpnya.

Tidak berselang lama, notifikasi whats app memberikan isarat, ada pesan masuk. Ia membaca pesan tersebut dan ternyata sang mawar sudah menunggunya di masjid. Ini tidak mungkin, masih tidak mungkin. Senyum lepas kendali, menyeret handuk, menutup rapat kamar mandi dan usai berpakaian rapih dengan songkok kusam milik kakeknya, ia pakaikan minyak wangi satu botol full. Sesampai kamar ikut serta mengiringi kebahagiaan pada shubuh itu. Dalam setiap perjalanan ia tidak hentinya, tersenyum dan mengatakan tidak mungkin. 

Ia kini tersenyum tanpa beban, dan mendeklarasikikan diri “Tuhan sungguh saya percaya akan keindahanMu”. Lanjut menghampiri lambaian tangan hangat dari perempuan yang sangat ia kenali, berlari kecil dengan air mata bahagia yang ia jatuhkan dengan sengaja. “Apa yang kamu tangisi Ahmad” tanya mawar. “Dengan menyebut nama Tuhanku yang Esa aku bersaksi, akan bersungguh-sungguh untuk mencintai dan menjagamu sampai ajal tiba”. 

...

*Ferry Firdaus Dibrata

Founder Komunitas Perpustakaan Jalanan (Perjal) Pare

COMMENTS

Nama

Berita,1083,Budaya,71,Daerah,73,Ekonomi,319,Hukum,217,Internasional,97,Kesehatan,27,Nasional,770,Opini,363,Pakar,306,Pembaca,12,Pendidikan,54,Politik,298,Redaksi,12,Redaktur,6,Sosial,99,Teknologi,31,Tokoh,94,Video,21,
ltr
item
ETERNANEWS: [CERPEN] Di Balik Tragedi Manusia Dosa 16 Desember 2020
[CERPEN] Di Balik Tragedi Manusia Dosa 16 Desember 2020
perpustakaan jalanan pare, perjal pare, Ferry Firdaus Dibrata
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh5n5CvxRXe1kmnrT_TLhqOplqpnIwlDaQFCR0Ue6yzZQiiSHnS-tKE1RKSG6dXGT8v5iMRr4D2h6QEtvklC5vXPxA3C66f5VfPVSV-KSls3DjWnhLnFL9Bm4Dg01cErn8DR_MmPupxt5U/w640-h360/wallpaperbetter.jpg
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh5n5CvxRXe1kmnrT_TLhqOplqpnIwlDaQFCR0Ue6yzZQiiSHnS-tKE1RKSG6dXGT8v5iMRr4D2h6QEtvklC5vXPxA3C66f5VfPVSV-KSls3DjWnhLnFL9Bm4Dg01cErn8DR_MmPupxt5U/s72-w640-c-h360/wallpaperbetter.jpg
ETERNANEWS
https://eterna-news.blogspot.com/2021/07/cerpen-di-balik-tragedi-manusia-dosa-16.html
https://eterna-news.blogspot.com/
https://eterna-news.blogspot.com/
https://eterna-news.blogspot.com/2021/07/cerpen-di-balik-tragedi-manusia-dosa-16.html
true
7145129698342027077
UTF-8
Loaded All Posts Not found any posts VIEW ALL Readmore Reply Cancel reply Delete By Home PAGES POSTS View All RECOMMENDED FOR YOU LABEL ARCHIVE SEARCH ALL POSTS Not found any post match with your request Back Home Sunday Monday Tuesday Wednesday Thursday Friday Saturday Sun Mon Tue Wed Thu Fri Sat January February March April May June July August September October November December Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec just now 1 minute ago $$1$$ minutes ago 1 hour ago $$1$$ hours ago Yesterday $$1$$ days ago $$1$$ weeks ago more than 5 weeks ago Followers Follow THIS CONTENT IS PREMIUM Please share to unlock Copy All Code Select All Code All codes were copied to your clipboard Can not copy the codes / texts, please press [CTRL]+[C] (or CMD+C with Mac) to copy