Keluarga ibarat rumah. Tempat pertama kali seorang anak mendapat kasih sayang dan mengenal kehidupan. Juga sebagai benteng perlindungan terakhir saat anak merasa dunia sedang tidak memihaknya. Walaupun tak jarang kita dapati ada pula keluarga yang jauh dari harmonis hingga rusak fungsinya dan memunculkan problematika sosial baru.
Kita dibuat terkejut dengan peristiwa memilukan akhir akhir ini. Seorang anak berusia 13 tahun di Subang Jawa Barat dibunuh oleh ibu, kakek dan pamannya sendiri. Setelah dianiaya korban dibuang di saluran irigasi pinggir sungai dengan kondisi berlumuran darah dan tangan terikat ke belakang.
Terungkap saat penyelidikan bahwa korban ternyata berasal dari keluarga broken home. Bapak dan ibunya sudah bercerai setahun lalu. Setelah perceraian, ia tinggal bersama sang ibu. Ia putus sekolah, sering tidur di pos ronda, sering meminta makan pada warga bahkan hingga mencuri. Pada hari nahas itu, ia pulang ke rumah kakeknya melalui atap rumah. Pada saat itulah sang kakek memergokinya lalu terjadilah kegaduhan di rumah itu yang berujung maut.
Keluarga sebagai elemen paling dasar dalam kehidupan bermasyarakat setidaknya mempunyai delapan fungsi. Diantaranya fungsi keagamaan, fungsi perlindungan, fungsi pendidikan, fungsi cinta kasih, fungsi reproduksi, fungsi ekonomi, fungsi sosial budaya, dan fungsi lingkungan. Sangat disayangkan dari kasus di atas tidak ada fungsi keluarga yang berjalan dengan baik.
Pembunuhan anak oleh ibunya memang bukan baru kali ini. Banyak kasus pembuangan bayi, banyak ibu melampiaskan beban hidupnya dengan menganiaya anaknya, ada yang menelantarkan bayinya hingga infeksi 5 hari popoknya tidak diganti, ada yang menggelonggong anaknya hingga meninggal, mengajak bunuh diri, dan lain sebagainya. Jelas tidak dibenarkan apa yang dilakukan sosok ibu yang harusnya menyayangi dan melindungi. Tapi apa yang membuat seorang ibu bisa setega itu pada darah dagingnya sendiri, itu yang perlu kita cermati dan dicari solusinya.
Selain fungsi reproduksi, cinta kasih dan perlindungan, keluarga saat ini dihadapkan dengan berbagai tantangan multidimensi. Keluarga hendaknya menjalankan fungsi keagamaan, pendidikan, budaya, pendidikan, ekonomi, dan lingkungan dengan semestinya. Menjadi orangtua dan mendidik anak memang tidak mudah. Akan tetapi menjalaninya di dalam kehidupan kapitalistik bersendikan sekulerisme jadi semakin sulit. Sekulerisme merupakan paham yang menjadikan akal manusia menjadi tolak ukur, meniadakan peran agama dalam mengatur urusan dunia. Akidah islam tidak melandasi kepribadian, tujuan hidup, tujuan berumah tangga dan pendidikan anak. Sekulerisme menjadikan aturan aturan berbau islam tidak relevan lagi mengatur manusia.
Nyatanya begitulah kehidupan kita saat ini. Kebijakan yang diterapkan berasal dari akal manusia. Mengharap keadilan namun manusia tetaplah manusia yang serba terbatas. Alhasil kehidupan kita semrawut ulah kita sendiri yang belum bisa menerapkan aturan pencipta. Rusaknya fungsi keluarga menyebabkan krisis generasi berbudi berada di tangan sekulerisme.[]
Penulis: Iffah Wardatun Hamro - Eterna Foundation Purbalingga
COMMENTS