Menyempitkan Fungsi Masjid

Pengibaran salah satu bendera parpol di masjid wilayah Cirebon menuai kritik. Wakil presiden memberikan penegasan bahwa masjid maupun rumah ibadah lainnya harus bebas dari kepentingan partai politik. Sebagaimana UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilu yang menjelaskan bahwa pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan untuk berkampanye.

Masjid memang tidak sepatutnya menjadi tempat kampanye partai politik. Tetapi tidak tepat juga jika menjadikan masjid bersih dari urusan politik.  Karena dalam Islam, secara khusus mempunyai pengertian yang khas tentang politik yang sangat berbeda dengan politik dalam demokrasi seperti sekarang ini.

 Jika sampai masjid alergi dengan urusan politik, dalam makna politik Islam. Maka ini sama saja melanggengkan faham sekulerisme yaitu memisahkan agama dari kehidupan. Hal itu juga menyempitkan fungsi masjid. Intinya adalah bahwa benar masjid tidak boleh menjadi tempat untuk partai politik kampanye. Tapi masjid harusnya menjadi tempat yang mendidik umat akan pemahaman politik Islam.

Politik praktis dalam konteks memilih penguasa harus dibedakan dengan definisi politik dalam Islam yaitu ri'ayah su'un al ummah (pengurusan persoalan umat). Islam tidak mengajarkan ibadah mahdhoh dan akhlak semata. Islam juga mengatur bagaimana hubungan manusia dengan manusia lainnya. Islam mengatur sistem ekonomi, sosial, hukum, pendidikan, dan aspek kehidupan lainnya dengan lengkap dan menyeluruh. Semua itu termasuk politik. 

Semoga kita dapat mengembalikan masjid sesuai fungsinya. Sebagaimana di masa rasulullah masjid bukan hanya sebagai pusat ibadah, pendidikan dan pengajaran, namun juga penyelesaian masalah umat dalam aspek peradilan, dan pusat pemberdayaan ekonomi umat. Masjid adalah pusat peradaban islam dan kebangkitan umat. []

Iffah Wardatun Hamro

(Eterna Foundation Purbalingga)