![]() |
| Rifan Wahyudi |
BANGKITPOS.COM, Hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas kontrak karya PT Freeport Indonesia pada 2013-2015 menyimpulkan, pengelolaan pertambangan perusahaan asal Amerika Serikat tersebut belum dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. BPK bahkan memperkirakan hilangnya potensi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang seharusnya dapat diterima dari pembayaran iuran tetap, royalti, dan royalti tetap pada 2009-2015 senilai US$446 juta.
Permasalahan yang perlu mendapat perhatian, menurut BPK adalah hilangnya potensi peningkatan pendapatan negara melalui dividen Freeport dan hilangnya kesempatan pemerintah untuk berperan dalam pengambilan keputusan strategis manajamen. Pasalnya, hingga 2017, kepemilikan pemerintah Indonesia atas Freeport belum optimal dan proses divestasi saham berlarut-larut.
Menurut Praktisi ekonomi, Rifan Wahyudi kesalahan mendasar Pemerintah RI terhadap relasinya dgn PT Freeport McMoran adalah bahwa tambang tembaga-emas di gunung Grasberg itu sejatinya adalah milik rakyat Indonesia.
“Sehingga segala kontrak negosiasi curang seperti penambahan royalti, pendirian smelter, memperpanjang kontrak karya ataupun divestasi adalah menyalahi prinsip milik rakyat Indonesia," tuturnya kepada BANGKIT POS Rabu, 04 Okotber 2017.
Rifan mengatakan agar pemerintah tidak lemah dengan berbagai manuver negosiasi Freeport baik langsung, sembunyi-sembunyi maupun melalui makelar penjilat pengejar recehan komisi.
“Kita tolak segala macam varian re-negoisasi. Kembalikan Freeport kepada pemilik sejatinya, rakyat Indonesia. Jika Presiden tidak punya nyali, carilah pemimpin yang berani mengambil alih kembali kepemilikan tambang Freeport untuk sebesar0besar kemakmuran rakyat Indonesia,” pungkasnya. [ria]

COMMENTS