![]() |
| Fajar Afifudin dari LARAS |
BANGKITPOS.COM, Pencabutan subsidi untuk golongan pelanggan 900 VA menimbulkan polemik di masyarakat. Setelah pengguna listrik 900 VA yang mampu telah selesai dicabut subsidinya pada Mei 2017, maka untuk Juli 2017 pelanggan yang berjumlah 18,1 juta tersebut akan mengikuti skema tarif adjustment. Dengan begitu, pembentukan tarif mengikuti inflasi, harga minyak Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP), dan kurs dolar Amerika Serikat (AS) terhadap Indonesia.
Menanggapi hal tersebut, Fajar Afifudin dari Lingkaran Analisis (LARAS) mengatakan bahwa bahwa upaya pemerintah untuk mengurangi subsidi dengan menaikkan harga jual jelas merupakan tindakan yang dzalim sebab kesalahan pemerintah ditimpakan kepada rakyatnya.
“Pasalnya sebagian besar penyebab membengkaknya subsidi listrik akibat kesahalan pemerintah sendiri baik akibat pengelolan energi yang berpihak kepada swasta/asing dan inefisiensi ditubuh PLN sendiri. Lebih dari itu, upaya pencabutan subsidi listrik merupakan upaya sistematis pemerintah untuk memuluskan langkah liberalisasi di sektor kelistrikan,” ujar Fajar sebagaimana dikuti dari berkibarnews.com Senin, 21 Agustus 2017.
Fajar mengungkapkan dengan liberalisasi sektor kelistrikan maka semakin banyak pihak swasta yang dapat terlibat dalam bisnis kelistrikan dan peran pemerintah menjadi lebih minimal.
“Persoalan kelistrikan nasional saat ini merupakan dampak dari penerapan sistem ekonomi liberal. Ini bahaya,” tuturnya sebagaimana dikuti dari berkibarnews.com.
Menurut Fajar, kebijakan energi yang memberikan peluang kepada swasta untuk mengelola dan menguasai sumber energi seperti minyak bumi, gas dan batu bara; pemberian kewenangan kepada swasta untuk memproduksi listrik dengan sumber energi yang berasal dari barang publik yang kemudian menjualnya kepada PLN dengan harga ekonomis; pengelolaan listrik dikelola oleh badan perseroan yang motif utamanya adalah mencari keuntungan.
“Konsekuensinya, pelayanan hanya diberikan kepada mereka yang mampu untuk membayar; biaya yang ditetapkan PLN untuk mengkonsumsi listrik baik biaya pemasangan maupun pemakaian per kwh pada faktanya membuat sebagian rakyat tidak mampu untuk mendapatkan aliran listrik dan sebagian lagi kesulitan untuk membayarnya,” imbuhnya sebagaimana dikuti dari berkibarnews.com.
Lebih jauh Fajar menguraikan tentang profit penjualan listrik yang dikelola oleh PLN saat ini selain digunakan sebagai dana operasional perusahaan, juga disetorkan ke negara dan dicampur dengan sumber pendapatan lain untuk digunakan pada berbagai urusan kenegaraan seperti membayar hutang dan membayar gaji pegawai.
“Proyek pengembangan listrik yang dilakukan oleh pemerintah banyak bergantung pada utang luar negeri,” pungkas Fajar sebagaimana dikuti dari berkibarnews.com. [riko]
“Persoalan kelistrikan nasional saat ini merupakan dampak dari penerapan sistem ekonomi liberal. Ini bahaya,” tuturnya sebagaimana dikuti dari berkibarnews.com.
Menurut Fajar, kebijakan energi yang memberikan peluang kepada swasta untuk mengelola dan menguasai sumber energi seperti minyak bumi, gas dan batu bara; pemberian kewenangan kepada swasta untuk memproduksi listrik dengan sumber energi yang berasal dari barang publik yang kemudian menjualnya kepada PLN dengan harga ekonomis; pengelolaan listrik dikelola oleh badan perseroan yang motif utamanya adalah mencari keuntungan.
“Konsekuensinya, pelayanan hanya diberikan kepada mereka yang mampu untuk membayar; biaya yang ditetapkan PLN untuk mengkonsumsi listrik baik biaya pemasangan maupun pemakaian per kwh pada faktanya membuat sebagian rakyat tidak mampu untuk mendapatkan aliran listrik dan sebagian lagi kesulitan untuk membayarnya,” imbuhnya sebagaimana dikuti dari berkibarnews.com.
Lebih jauh Fajar menguraikan tentang profit penjualan listrik yang dikelola oleh PLN saat ini selain digunakan sebagai dana operasional perusahaan, juga disetorkan ke negara dan dicampur dengan sumber pendapatan lain untuk digunakan pada berbagai urusan kenegaraan seperti membayar hutang dan membayar gaji pegawai.
“Proyek pengembangan listrik yang dilakukan oleh pemerintah banyak bergantung pada utang luar negeri,” pungkas Fajar sebagaimana dikuti dari berkibarnews.com. [riko]

COMMENTS