Sebuah studi pada tahun 2022 menemukan bahwa angka bunuh diri di Indonesia mungkin empat kali lebih besar daripada data resmi. Kurangnya data telah menyembunyikan skala sebenarnya dari persoalan bunuh diri di Indonesia, menurut sejumlah pakar. (www.bbc.com)
Merujuk data SRS pada tahun 2018, yang sudah disesuaikan dengan estimasi kelengkapan survei 55%, angka kematian akibat bunuh diri di Indonesia sebesar 1,12 per 100.000 penduduk. SRS adalah survei yang bertujuan mengetahui angka dan penyebab kematian secara mendetail. Survei ini dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, yang sekarang sudah berganti nama menjadi Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan.
Menurut data Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza (P2MKJN) pada tahun 2019 menunjukkan bahwa terdapat lebih dari 16.000 kasus bunuh diri setiap tahunnya (data terbaru belum dirilis karena beragam alasan, termasuk perbedaan standar dan sistem pencatatan bunuh diri di rumah sakit). Sedangkan, data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2021 menunjukkan bahwa sebanyak 80% pengidap gangguan psikologis, setidaknya pernah melakukan satu kali usaha bunuh diri. (kalimantanpost.com)
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada bulan Juni 2020, mencatat bahwa setidaknya di Indonesia terdapat 277 ribu kasus gangguan psikologis. Artinya berapa ratus ribu orang yang dimungkinkan memiliki kecenderungan pemikiran untuk mengakhiri hidupnya. Dimana peran negara? Menurut Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa Pasal 75 “Pemerintah dan Pemerintah Daerah memiliki tugas, dan tanggung jawab terhadap penyelenggaraan Upaya Kesehatan Jiwa”. Disebutkan bahwa terdapat empat upaya yang dapat dilakukan oleh Pemerintah dalam mengatasi permasalahan terkait kesehatan jiwa, yaitu upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Namun faktanya banyak evaluasi yang harus dilakukan.
Upaya penanganan dan perhatian pada kesehatan mental masih kalah jauh dibanding perhatian dan penanganan pada kesehatan fisik. Edukasi bertema kesehatan mental sangat kurang, stigma gangguan jiwa sering dikaitkan dengan sesuatu yang negatif. Sehingga mempengaruhi keputusan penderitanya mengakses pelayanan kesehatan mental. Jumlah psikolog dan piskiater sebagai tenaga kesehatan profesi kesehatan jiwa sangat minim. Masih banyak rumah sakit yang tidak menyediakan akses layanan psikologis.
Dilansir jatimprov.go.id beberapa bukti menunjukkan bahwa gangguan jiwa disebabkan oleh kombinasi dari beberapa faktor yaitu: biologi, psikologis dan sosial. Faktor biologi antara lain adalah keturunan/genetik, masa dalam kandungan, proses persalinan, nutrisi, riwayat trauma kepala dan adanya gangguan anatomi dan fisiologi saraf. Faktor psikologis yang berperan terhadap timbulnya gangguan jiwa antara lain adalah interaksi dengan orang lain, intelegensia, konsep diri, keterampilan, kreativitas, dan tingkat perkembangan emosional. Faktor sosial yang berpengaruh yaitu stabilitas keluarga, pola asuh orang tua, adat dan budaya, agama, tingkat ekonomi, nilai dan kepercayaan tertentu.
Tampak bahwa negara memiliki andil yang besar dalam mempengaruhi kesehatan mental rakyatnya. Dalam islam negara bertanggungjawab menyejahterakan rakyat, hingga bebas dari tekanan ekonomi. Sumber daya alam milik umum wajib dikelola pemerintah dan hasilnya dipergunakan untuk kepentingan umum. Tidak untuk dijual kepada swasta apalagi swasta asing. Negara dalam perspektif islam menjamin pendidikan terbaik didapatkan setiap warga negara sejak usia dini hingga perguruan tinggi. Output pendidikan bagi rakyat muslim adalah pribadi berkepribadian islam, pola pikirnya islam dan pola sikapnya juga islam. Keimanannya kuat, pemahamannya tentang takdir dan qadha qadar telah tuntas sebelum melangkah mempelajari keilmuan lainnya.
Islam juga memberi perhatian pada stabilitas dan keharmonisan keluarga. Rakyat disiapkan menjalani rumah tangga yang sakinah mawaddah warahmah, dari segi kesiapan ilmu, mental dan finansial. Apalagi beban ekonomi berkurang karena layanan pendidikan dan kesehatan mudah dan dapaat dijangkau semua lapisan masyarakat. Anak adalah investasi akhirat sehingga para orangtua berlomba mendidik anaknya dengan pola didik terbaik yang mampu dilakukan. Dengan demikian faktor sosial dan psikologis yang mempengaruhi kesehatan mental dapat diselesaikan, hingga bisa menekan jumlah penyintas gangguan kesehatan mental. []
Penulis: Iffah Wardatun Hamro (Eterna Foundation Purbalingga)

COMMENTS