![]() |
| Buku Evolusi Pendidikan di Indonesia |
(Resensi Buku Evolusi Pendidikan di Indonesia dari Kweekschool Sampai IKIP)
Judul : Pendidikan di Indonesia dari Kweekschool Sampai IKIP: 1852-1998
ISBN :
979-3457-84-8
Penulis :
Mochtar Buchori
Penerbit :
INSISTPress
Tahun
Terbit : 2009
Tebal :
xvi + 206 halaman. 15x21 cm
Berat :
300 gr
Jenis
Cover : Soft
Teks
Bahasa : Bahasa Indonesia
Kategori : Sejarah Indonesia
Penjelasan historis mengenai kehidupan pendidikan khususnya keguruan beserta instansi yang didirikan pemerintah. Dua kutub besar keguruan yaitu akademis dan pengajaran menjadi fokus utama dalam pengkajian mengenai pengajaran. Di luar itu juga dibahas institusi pendidikan mulai dari Kolonial Belanda, Kolonial Jepang dan Era Kemerdekaan Republik Indonesia yang terbagi menjadi tiga: orde lama, orde baru, dan reformasi dan juga masyarakat sangat mempengaruhi bagaimana sebuah pendidikan bisa menjalankan fungsinya yang ideal.Kajian evolusi pendidikan di Indonesia oleh Buchori ini sangat membantu untuk terwujudnya “kultur kuguruan” yang baik. Kultur adalah hal yang dinamis dan merupakan hal pokok untuk menentukan kriteria atau indikator profesionalitas guru sebagai ujung tombak dunia pendidikan. Buchori mengatakan bahwa masyarakat memandang guru-guru hasil pendidikan zaman belanda dahulu lebih profesional dari pada guru-guru yang dihasilkan lembaga pendidikan guru kita akhir-akhir ini. Apakah karena lebih berwibawa, memiliki pengetahuan umum yang lebih luas, atau karena sebab-sebab lain? Hasil kajian ini selanjutnya dapat kita pergunakan sebagai pedoman untuk menentukan bagaimana pendidikan guru Indonesia di masa depan harus dirancang.
Dunia pendidikan Indonesia dalam perjalanan waktunya mengalami banyak evaluasi terus menerus, dan hal ini merupakan syarat pendewasaan sebuah lembaga yang memuat cita-cita luhur bangsa. Hal ini merupakan pekerjaan rumah yang sangat panjang dan melelahkan selain kuantitas yang memfokuskan pada pemerataan, permudahan akses, pembangunan fisik, dan lain-lain. Pada waktunya, mutu pendidikan menjadi hal yang menjadi persoalan yang serius dan dianggap menjadi hal yang lebih sulit untuk pada akhirnya ditingkatkan. Mutu pendidikan yang tinggi akan menciptakan guru-guru profesional. Dalam buku ini selanjutnya dikatakan,
“...namun, kalau kita tanyakan kepada masyarakat, apa yang sebenarnya kita maksudkan dengan kompetensi mengajar, dan apa unsur-unsur pokoknya, maka akan terdengar pandangan yang berbeda-beda.”
Selanjutnya adalah golongan ketiga. Pandangan dalam golongan ini mengajar bukan hanya dalam rangka memintarkan murid semata, namun juga membakali tiga kemampuan yaitu kemampuan menghidupi dirinya sendiri, mengembangkan kehidupan pribadi yang bermakna, dan kemampuan untuk memuliakan kehidupan. Guru dalam golongan ini perlu memiliki multidisiplin ilmu lain atau pengetahuan yang lebih luas, misalnya mencakup psikologi remaja dan dasar-dasar filsafat. Terakhir golongan keempat, golongan yang lahir dari suatu kesadaran sejarah. Mereka memandang guru dan sekolah bertugas mempersiapkan generasi muda untuk pada waktu tertentu di masa depan mengambil alih dan melanjutkan pekerjaan mengelola kehidupan negara dan bangsa.
Dari keempat golongan yang merupakan kategorisasi khusus, Ia menambahkan bahwa dua golongan pertama adalah golongan yang paling banyak penganutnya. Dua golongan tersebut pada intinya mengartikan kompetensi mengajar terutama ditentukan oleh penguasaan pengetahuan dan keterampilan pedagogik dalam artian yang sempit. Tentunya hal ini sangat membantu dan penting bagi para mahasiswa kependidikan yang masih abu-abu mengenai dunia keguruan itu sendiri.
Masih banyak hal yang dapat diambil dari penjelasan yang komprehensif mengenai perkembangan pendidikan yang ada di Indonesia ini. Secara umum periodisasi zaman dalam perkembangan pendidikan adalah dimulai dari zaman kolonial belanda, kolonial jepang, orde lama awal, orde lama akhir, dan orde baru. Di setiap pembabakan sejarah tersebut ternyata pendidikan tidaklah murni lembaga yang mengembangkan pengetahuan. Pendidikan selalu terpengaruh dengan keadaan politik, maupun sosial-budaya pada zamannya. Dalam buku ini dijelaskan pula pendidikan guru dan watak zaman. Di bagian akhir juga ditambahkan studi mengenai persepsi masyarakat tentang guru dan dunianya (pendidikan) dan tentunya refleksi.
Buchori juga menyelipkan cerita dan kisah yang membantu dan mendukung penjelasannya. Cerita dan kisah tersebut juga menginspirasi menghadirkan tokoh yang perlu dijadikan pembelajaran. Salah satunya adalah seorang bernama Habib Rachmad atau yang biasa dipanggil Meneer Habib, seorang guru dari Solo tamatan Holland Inlandse Kweekschool (HIK), yang disayangkan oleh rekannya karena memutuskan berpindah pekerjaan dan tidak menjadi guru lagi, padahal dia adalah guru yang penuh dedikasi dan profesional selama lima tahun dia aktif memimpin organisasi yang menampung guru-guru tamatan HIK.
Diungkapkan oleh temannya yaitu tentang kehidupan guru sekolah “..hidup yang berkisar soal murid, pelajaran, bangunan sekolah, dan soal kearifan” Meneer Habib memutuskan pilihan demi mencari “Levensinzicht” , makna hidup dan penghayatan tentang keindahan Sang Pencipta melalui penghayatan keindahan alam. Buchori selanjutnya mengatakan
“Pada akhirnya perlu kita sadari, apa yang ditinggalkan oleh guru yang baik, guru yang bekerja penuh dedikasi dan kreatifitas selama lima tahun, mungkin lebih besar artinya daripada apa yang ditinggalkan oleh guru yang dari tahun pertama sampai pensiun kerjanya selalu dipenuhi oleh keluhan dan ketidakpuasan.”
*penulis adalah petani yang juga pengajar partikelir paruh waktu

COMMENTS