![]() |
| Prof. Suteki, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (UNDIP) |
BANGKITPOS.COM, JAKARTA - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (Undip), Suteki menilai, penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Masyarakat ( Perppu Ormas) sebagai tindakan represif dan abuse of power Pemerintah terhadap ormas, khususnya bagi ormas yang dianggap melawan rezim yang berkuasa.
Hal ini disampaikan Suteki dalam gugatan terhadap Perppu Ormasyang digelar di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (2/10/2017). Suteki merupakan ahli yang dihadirkan oleh salah satu pemohon gugatan guna memberikan pendapatnya kepada hakim konstitusi.
Baca juga:
Gelombang Penolakan Perppu Ormas 2/2017 Semakin Deras Mengalir
Penolakan Terhadap Perppu Ormas 2/2017 Makin Mengalir, Ini Buktinya
Perppu Ormas Mendapat Penolakan dari Banyak Tokoh
UII Tolak Perppu Ormas, Ini Empat Alasannya...
Muhammadiyah: Sudah Tampak Tata Kelola Pemerintah yang Otoriter
Pemerintah Dinilai Tak Bisa Buktikan Konstitusionalitas Perppu Ormas
Pakar Hukum Sebut Perppu Ormas 2/2017 Sebagai "Kediktatoran Konstitusional"
"Pemerintahan menjadi satu-satunya pihak yang dapat dengan bebas menilai dan menentukan apakah suatu ormas telah melanggar atau tidak," kata Suteki dihadapan sembilan hakim konstitusi.
Suteki kemudian menyoroti Pasal 59 ayat 4 huruf c tentang pemaknaan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila, yakni ateisme, komunisme/marxisme-leninisme dan frasa "atau paham lain yang bertujuan mengganti pancasila dan UUD 1945". Pasal tersebut menjadi alasan Pemerintah membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Gelombang Penolakan Perppu Ormas 2/2017 Semakin Deras Mengalir
Penolakan Terhadap Perppu Ormas 2/2017 Makin Mengalir, Ini Buktinya
Perppu Ormas Mendapat Penolakan dari Banyak Tokoh
UII Tolak Perppu Ormas, Ini Empat Alasannya...
Muhammadiyah: Sudah Tampak Tata Kelola Pemerintah yang Otoriter
Pemerintah Dinilai Tak Bisa Buktikan Konstitusionalitas Perppu Ormas
Pakar Hukum Sebut Perppu Ormas 2/2017 Sebagai "Kediktatoran Konstitusional"
"Pemerintahan menjadi satu-satunya pihak yang dapat dengan bebas menilai dan menentukan apakah suatu ormas telah melanggar atau tidak," kata Suteki dihadapan sembilan hakim konstitusi.
Suteki kemudian menyoroti Pasal 59 ayat 4 huruf c tentang pemaknaan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila, yakni ateisme, komunisme/marxisme-leninisme dan frasa "atau paham lain yang bertujuan mengganti pancasila dan UUD 1945". Pasal tersebut menjadi alasan Pemerintah membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Baca juga:
[VIDEO] Seruan Aksi 1 Juta Massa Kepung DPR Menolak Perppu Ormas 2/2017
Konferensi Advokat Muslim Indonesia: Tolak Perppu Ormas, Stop Intervensi Kekuasaan!
Tokoh Nasinonal dan Mahasiswa Sepakat Menolak Perppu Ormas 2/2017
Ahli Hukum Pidana Materil: Perppu Ormas Menodai Agama
Irman Putra Sidin: Konstitusi akan Terancam, Perppu Ormas Tak Memberikan Kepastian Hukum
Pakar Hukum Ini Nilai Perppu Sebagai Produk Prematur
Praktisi Hukum: Perppu Ormas Berbahaya!
Ramai Tolak Perppu 2/2017, Bukti Rakyat Masih Sadar
Padahal, menurut Suteki, pasal tersebut merupakan "pasal karet".
"Pertanyaannya adalah, 'apakah ajaran atau paham dalam agama Islam dapat dikategorikan sebagai paham lain yang bertentangan dengan Pancasila?" kata Suteki.
Menurut dia, jika Pemerintah memahami penyebaran ajaran agama di dalam ormas sebagai bentuk kegiatan yang anti-Pancasila dan berpotensi menimbulkan persoalan disintegrasi kebangsaan, maka hal ini adalah logika yang tidak benar.
Sebab, penyebaran paham yang berlandaskan agama tidak mungkin menyalahi norma dan nilai Ketuhanan yang Maha Esa, sebagaimana tertuang pada sila ke-1 Pancasila.
"Bagaimana mungkin, ajaran yang berasal dari Asal Segala hal (Tuhan) dapat dikatakan anti-Pancasila?" kata dia.
Untuk diketahui ada sejumlah pihak yang mengajukan gugatan terhadap Perppu Ormas. Di antaranya, permohonan nomor perkara 39/PUU-XV/2017 yang diajukan oleh Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Ismail Yusanto.
Kemudian, Permohonan nomor perkara 41/PUU-XV/2017 diajukan oleh Aliansi Nusantara.
Selain itu, Permohonan nomor perkara 48/PUU-XV/2017 diajukan oleh Yayasan Sharia Law Alqonuni, dan beberapa pihak lainnya.
Secara umum, beberapa Pemohon mempersoalkan penerbitan Perppu Ormas. Menurut Pemohon, penerbitan Perppu tidak dalam keadaan genting dan mendesak sebagaimana diatur dalam Pasal 22 UUD 1945.
Selain itu, beberapa Pemohon juga mempersoalkan pemidanaan terhadap anggota ormaa yang dianggap menyimpang, seperti yang tertuang dalam Pasal 82A Perppu Ormas.
Di dalam pasal itu disebutkan bahwa anggota dan/atau pengurus ormas yang melakukan tindakan kekerasan, mengganggu keamanan, ketertiban dan melakukan tindakan yang menjadi wewenang penegak hukum, dapat dipidana dengan pidana penjara paling singkat enam bulan dan paling lama satu tahun.
Selain itu, anggota dan/atau pengurus ormas yang menganut, mengembangkan serta menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila dapat dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat lima tahun dan paling lama 20 tahun. [kps]
[VIDEO] Seruan Aksi 1 Juta Massa Kepung DPR Menolak Perppu Ormas 2/2017
Konferensi Advokat Muslim Indonesia: Tolak Perppu Ormas, Stop Intervensi Kekuasaan!
Tokoh Nasinonal dan Mahasiswa Sepakat Menolak Perppu Ormas 2/2017
Ahli Hukum Pidana Materil: Perppu Ormas Menodai Agama
Irman Putra Sidin: Konstitusi akan Terancam, Perppu Ormas Tak Memberikan Kepastian Hukum
Pakar Hukum Ini Nilai Perppu Sebagai Produk Prematur
Praktisi Hukum: Perppu Ormas Berbahaya!
Ramai Tolak Perppu 2/2017, Bukti Rakyat Masih Sadar
Padahal, menurut Suteki, pasal tersebut merupakan "pasal karet".
"Pertanyaannya adalah, 'apakah ajaran atau paham dalam agama Islam dapat dikategorikan sebagai paham lain yang bertentangan dengan Pancasila?" kata Suteki.
Menurut dia, jika Pemerintah memahami penyebaran ajaran agama di dalam ormas sebagai bentuk kegiatan yang anti-Pancasila dan berpotensi menimbulkan persoalan disintegrasi kebangsaan, maka hal ini adalah logika yang tidak benar.
Sebab, penyebaran paham yang berlandaskan agama tidak mungkin menyalahi norma dan nilai Ketuhanan yang Maha Esa, sebagaimana tertuang pada sila ke-1 Pancasila.
"Bagaimana mungkin, ajaran yang berasal dari Asal Segala hal (Tuhan) dapat dikatakan anti-Pancasila?" kata dia.
Untuk diketahui ada sejumlah pihak yang mengajukan gugatan terhadap Perppu Ormas. Di antaranya, permohonan nomor perkara 39/PUU-XV/2017 yang diajukan oleh Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Ismail Yusanto.
Kemudian, Permohonan nomor perkara 41/PUU-XV/2017 diajukan oleh Aliansi Nusantara.
Selain itu, Permohonan nomor perkara 48/PUU-XV/2017 diajukan oleh Yayasan Sharia Law Alqonuni, dan beberapa pihak lainnya.
Secara umum, beberapa Pemohon mempersoalkan penerbitan Perppu Ormas. Menurut Pemohon, penerbitan Perppu tidak dalam keadaan genting dan mendesak sebagaimana diatur dalam Pasal 22 UUD 1945.
Selain itu, beberapa Pemohon juga mempersoalkan pemidanaan terhadap anggota ormaa yang dianggap menyimpang, seperti yang tertuang dalam Pasal 82A Perppu Ormas.
Di dalam pasal itu disebutkan bahwa anggota dan/atau pengurus ormas yang melakukan tindakan kekerasan, mengganggu keamanan, ketertiban dan melakukan tindakan yang menjadi wewenang penegak hukum, dapat dipidana dengan pidana penjara paling singkat enam bulan dan paling lama satu tahun.
Selain itu, anggota dan/atau pengurus ormas yang menganut, mengembangkan serta menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila dapat dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat lima tahun dan paling lama 20 tahun. [kps]

COMMENTS