![]() |
| Lutfi Sarif Hidayat, Direktur Civilization Analysis Forum (CAF) |
Baca juga:
Freeport Kembali Bisa Beroperasi Hingga 2041
Pengamat Sebut RAPBN 2018 Bukti Kian Lemahnya Ekonomi
Komentari Sistem Ekonomi, CAF Sebut Indonesia Menerapkan Paradigma Ekonomi Neo-Liberalisme
Lutfi mengatakan jika apa yang disampaikan Kementerian Keuangan sebenarnya sudah sesuai dengan prediksinya.
“Dari data RAPBN 2018 yang saya dapatkan, sebenarnya seperti perkiraan saya bahwa tidak akan berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Anggaran Penerimaan pada RAPBN 2018 menyebutkan secara ringkas jika Rp 1.878,4 triliun didapat dari pajak Rp. 1.609,4 triliun atau sekitar 86%. Kemudian dari pos Sumber Daya Alam (SDA) dalam hal ini sektor Migas sebesar Rp 77,2 triliun atau 4% dan SDA non Migas sebesar Rp 22,1 triliun atau sekitar 1%. Ini menujukkan secara prinsip tidak ada perubahan signifikan dengan masa-masa sebelumnya. Sehingga sangat bisa dipastikan jika kondisi ekonomi kedepan juga kian memburuk, “ ungkapnya kepada BANGKIT POS pada Ahad 20 Agustus 2017.
Dengan komposisi RAPBN 2018 tersebut, Lutfi menjelaskan jika Indonesia memang sedang menuju era Kapitalisme Liberal secara sempurna.
Baca juga:
Pengamat Desak Pemerintah Hentikan ‘Bergurau’ Kelola Ekonomi Negara
Pengamat: Indonesia Darurat Ketimpangan Ekonomi
Subsidi Listrik Dicabut, Direktur CAF: Negara Belum Menjamin Kesejahteraan Rakyat
“Salah satu kesimpulan saya yang penting adalah bahwa, komposisi RAPBN 2018 ini secara nyata membuktikan kepada kita semua jika Indonesia hendak menyempurnakan paradigma Kapitalisme Liberalnya dalam berekonomi. Sebab ciri-ciri itu kian tampak, pajak semakin meningkat, subsidi secara pelan dihapus, SDA menjadi komoditas untuk swasta atau asing dan lain sebagainya. Ini sangat berbahaya. Karena akan merugikan masyarakat, menguntungkan asing, melebarkan ruang kesenjangan dan persoalan ekonomi lainnya, " imbuhnya.
Hal lain yang juga Lutfi kritisi adalah persoalan Anggaran Belanjanya dimana cicilan pokok utang sebesar Rp 629,2 triliun dan bunga sebesar Rp 247,6 triliun dan dengan defisit anggaran Rp 326 triliun.
“Ya, dengan paradigma ekonomi seperti sekarang akan sulit terlepas dari jeratan utang. Defisit pun akan lebih besar nantinya, karena penyerapan pajak biasanya tidak maksimal, “ pungkasnya. [as]

COMMENTS