![]() |
| Ilustrasi |
BANGKITPOS.COM, JAKARTA - Kehidupan rakyat di era Pemerintahan Presiden Jokowi merasa tidak tenang karena dikejar-kejar untuk membayar pajak. Dan ternyata, menurut Peneliti INDEF, Reza Akbar, sebesar 30 persen dari penerimaan negara dari pajak untuk membiayai utang atau membayar bunga utang.
Besarnya prosentase penerimaan negara dari pajak yang digunakan untuk membiayai utang tersebut dinilainya mengkhawatirkan. Reza tidak sepakat dengan pemerintah yang membandingkan rasio utang terhadap GDP (Gross domestic product/pendapatan domestik bruto).
“Kalau saya melihatnya rasio utang terhadap penerimaan. Kalau lihat struktur utang ke penerimaan cukup mengkhawatirkan karena sudah 30 persen. Uang pajak yang didapatkan 30 persen habis untuk bayar utang. Artinya, bagaimana membayar utang, kita enggak mau kalau anak cucu kita bayar utang,” ujar dia, Sabtu (26/8) yang dikutip teropongsenayan.
Reza minta pemerintah dapat melakukan pengelolaan utang secara baik. Menurutnya, pengelolaan utang sangat penting agar utang yang diambil pemerintah bermanfaat untuk masyarakat. Jika dilihat postur, penerimaan perpajakan pada 2013-2017 itu tumbuh 8,66 persen, sementara pembiayaan utang 26,7 persen.
Artinya, dia menambahkan, bunga utang tumbuh lebih tinggi daripada penerimaannya.
“Kalau tidak dikelola dengan baik maka itu tidak produktif, dan juga yang akan menanggung, bayi baru lahir itu sudah nanggung utang, defisit itu dibiayain sebagian besar oleh utang,” pungkas Reza.
Reza sebelumnya juga mempertanyakan pernyataan Pemerintah yang menggemakan penghematan anggaran besar-besaran sejak tahun lalu.Indef, menurut dia, sudah menyisir Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2016, hasilnya cukup mengejutkan.
“Belanja pegawainya naik, belanja jasa naik, kalau lihat lagi, belanja perjalanan dinasnya naik juga. ini penghematannya dari mana?” ujarnya.
Berdasarkan data LKPP 2016 yang dijabarkan Indef, beban operasional kementerian dan lembaga mencapai Rp 1,87 triliun, naik Rp 158 miliar dibandingkan tahun sebelumnya.Salah satu beban operasional yang naik yaitu belanja barang dan jasa dari Rp 125 miliar pada 2015 menjadi Rp 138 miliar pada 2016.
Selain itu, kenaikan juga terjadi di beban perjalanan dinas. Berdasarkan LKPP 2016, beban perjalanan dinas mencapai Rp 34,4 miliar, naik Rp 4,3 miliar dibandingkan tahun sebelumnya.
Komponen beban perjalanan dinas yang naik diantaranya perjalanan biasa, perjalanan tetap, perjalanan dinas dalam kota, perjalanan dinas paket meeting dalam kota, perjalanan dinas meeting luar kota, dan perjalanan dinas luar negeri.
“Sementara itu belanja pemeliharaan jalan dan jembatan itu malah turun padahal ini penting,” kata Reza. [sm]

COMMENTS