![]() |
| Sri Mulyani |
BANGKITPOS.COM, YOGYAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, bahwa kemiskinan dan ketimpangan merupakan isu dunia yang harus diatasi secara bersama-sama. Salah satu yang bisa dilakukan dengan melibatkan banyak sektor, salah satunya industri keuangan syariah.
Hal tersebut diungkapkannya dalam acara 2nd Annual Islamic Finance Conference (AIFC) 2017 di Hotel Ambarukmo, Yogyakarta, Rabu (23/8/2017).
Dia mengatakan, pengembangan keuangan syariah agar memberikan kontribusi terhadap pengentasan kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran juga dikarenakan mayoritas negara-negara islam masih memiliki pendapatan yang rendah.
"Ketika bicara negara islam, katakan 57 organisasi islam, studi menunjukan kebanyakan negara islam sebenarnya secara konsisten berada di bawah performanya dibandingkan negara lain, secara sederhana bahwa negara islam kebanyakan dalam status pendapatan rendah," kata Sri Mulyani.
Indonesia, kata Sri Mulyani, sebagai negara dengan penduduk mulsim yang besar menjadi sebuah tantangan bagi industri keuangan syariah mengentaskan persoalan tersebut.
Kontribusi keuangan syariah juga perlu melibatkan stakeholder, mulai dalam negeri, pihak swasta, hingga lembaga multilateral seperti Bank Dunia.
"Ini membutuhkan inovasi dalam hal instrumen pendanaan dan kemampuan dari setiap negara untuk memfasilitasi bentuk baru sistem keuangan, ini membutuhkan banyak pemikiran kemana kita akan berkolaborasi dalam platform untuk berkerjasama, ini penting saat mendiskusikan dalam tema peranan keuangan syariah dalam menanggulani kemiskinan dan kesenjangan," tambah dia.
Menurut Sri Mulyani, dibutuhkan pula pembangunan infrastruktur keuangan syariah hingga regulasi sebagai modal menjawab tantangan pengentasan kemiskinan dan ketimpangan dari keuangan syariah.
Sebab, lanjut Sri Mulyani, basis ekonomi syariah itu tergabung dalam satu set yang komprehensif dengan diformulasikan sebagai tujuan dari syariah, yakni perlindungan agama, melindungi kehidupan, melindungi intelektualitas, perlindungan anak cucu atau keturunan, dan yang terakhir melindungi kekayaan atau amal.
"Kelima ini merupakan nilai islam dalam meningkatkan kesejahteraan berdasarkan islam, dan oleh karena itu kemiskikan dan kesenjangan merefleksikan ketidakadilan di dunia," papar dia.
Sementara itu, Kepala BKF Suahasil Nazara mengatakan, bahwa kesenjangan dan kemiskinan masih menjadi masalah yang harus diselesaikan pemerintah.
Suahasil mengungkapkan, dalam seminar internasional ini juga banyak pembicara yang akan berbagi pengalaman hingga masukan untuk perkembangan keuangan syariah di Indonesia.
Bahkan kata Suahasil, seminar AIFC 2017 ini juga akan memberikan kesempatan kepada para ekonom muda untuk mempresentasikan terkait dengan pengembangan bisnis keuangan syariah di Indonesia.
Sementara itu, Sekretaris Daerah Provinsi Yogyakarta Gatot Saptadi mengatakan, keuangan syariah juga akan memberikan akses keuangan bagi masyarakat yang selama ini belum terjangkau.
"Acara ini merujuk kepada persoalan pengentasan kemiskinan dan ketimpangan, ini juga akan memberikan akses keuangan, serta menjadi instrumen kekayaan bagi masyarakat," kata Gatot.
Meski demikian, kata Gatot, perlu adanya kerjasama baik pemerintah, swasta, maupun stakeholder lainnya dalam mengembangkan keuangan syariah di Indonesia.
"Memperkuat dan mendorong regional di dunia hal yang penting bahwa perekonomian kita siap menghadapi tantangan, pergerakan ini perlu di dorong pemerintah dan swasta, agar bisa belajar secara bersama, kita menyadari dalam mengembangkan keuangan syariah itu untuk memerangi kemiskinan dan ketimpangan," jelas Gatot. [dtk]

COMMENTS