![]() |
Ilustrasi |
BANGKITPOS.COM, JAKARTA - Kelompok penyebar konten ujaran kebencian dan SARA, Saracen, memiliki ratusan ribu pengikut di media sosial. Rupanya, kelompok tersebut sering membajak akun untuk mendapatkan pengikut.
Polisi mengatakan, biasanya Saracen membobol akun yang sudah memiliki banyak pengikut. Alhasil, kini akun Saracen sudah memiliki sekitar 800 ribu pengikut.
"Mereka akui untuk dapat follower dengan cepat melakukan hijack account," kata Analis Kebijakan Madya bidang Penmas Divisi Humas Polri Kombes Sulistyo Pudjo Hartono di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu 26 Agustus 2017.
Saracen memiliki sekitar 2.000 akun untuk menyebarkan konten kebencian. Kelompok tersebut bekerja berdasarkan pesanan dan bayaran.
Pudjo mengatakan, penyidik akan memanggil korban pembajakan Saracen. "Akun yang dibajak bisa memiliki pemikiran yang berbeda dengan Saracen. Bisa juga yang netral tapi memiliki pengikut yang besar," ungkap dia.
Kelompok Saracen sudah eksis menyebarkan ujaran kebencian berkonten SARA sejak November 2015. Hingga saat ini, lebih dari 800.000 akun tergabung dalam jejaring grup Saracen.
Mereka menyebarkan isu SARA melalui grup Facebook Saracen News, Saracen Cyber Team, situs Saracennews.com, dan grup lain yang menarik minat warganet. Aksi itu dilakukan berdasarkan pesanan.
Para pelaku menyiapkan proposal yang disebarkan kepada pemesan. Setiap proposal dipatok harga puluhan juta rupiah. Mereka lalu memasang hoaks melalui medianya, tergantung permintaan.
Polri telah menangkap tiga pengurus Saracen pada Rabu 23 Agustus 2017. Mereka adalah MFT, 43, yang berperan membidangi media dan informasi situs Saracennews.com; SRN, 32, koordinator grup wilayah; dan JAS, 32, ketua Saracen.
Dari tangan mereka, polisi mengamankan beberapa barang bukti. Di antaranya 58 buah kartu telepon berbagai operator, tujuh unit telepon genggam, empat buah kartu memori, enam buah flash disk, enam buah hard disk, dan dua unit komputer jinjing.
JAS pun dijerat Pasal 46 ayat 2 jucto Pasal 30 ayat 2 dan atau Pasal 46 ayat 1 juncto Pasal 30 ayat 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Dia terancam tujuh tahun penjara.
MFT dikenakan Pasal 45A ayat 2 juncto pasal 28 ayat 2 UU ITE dan atau Pasal 45 ayat 3 jo Pasal 27 ayat 3 UU ITE dengan ancaman 10 tahun penjara. Sementara itu, SRN dijerat dengan Pasal 45A ayat 2 juncto Pasal 28 ayat 2 UU ITE dan atau Pasal 45 ayat 3 jo Pasal 27 ayat 3 UU ITE dengan ancaman 10 tahun penjara. [mt]
COMMENTS